Sabtu, 28 Mei 2011

Kebijakan Moneter

       
            Perekonomian global masih menunjukkan perlambatan yang lebih dalam sebagaimana tercermin dari perkiraan merosotnya perekonomian negara-negara maju yang lebih besar dari perkiraan semula. Kondisi pasar keuangan global juga masih rapuh dengan banyaknya laporan kerugian lembaga keuangan dunia. Hal tersebut memberikan dampak negatif bagi perkembangan ekonomi di kawasan, terutama bagi negara-negara yang mengandalkan ekspor ke negara maju, termasuk Indonesia. Sementara itu, keketatan likuiditas global masih terus berlangsung dan diikuti oleh meningkatnya persepsi risiko emerging market.
Menurunnya kinerja ekspor tersebut memberi tekanan pada neraca pembayaran Indonesia, meski saat ini masih berada pada batas-batas yang aman. Cadangan devisa saat ini masih berada pada posisi 50,56 miliar dolar AS atau masih mampu memenuhi kebutuhan 5,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Jumlah cadangan devisa tersebut masih akan bertambah dengan masuknya dana hasil penjualan global bond Pemerintah sebesar 3 milyar dolar AS.
Tekanan pada perekonomian domestik akan mengakibatkan menurunnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2009. Bank Indonesia memperkirakan ekonomi Indonesia pada tahun 2009 akan tumbuh sekitar 4%. Pertumbuhan ini memiliki risiko bias ke bawah apabila ekonomi global semakin memburuk. Sumber pelemahan pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 terutama pada kinerja ekspor yang erat kaitannya dengan perkembangan kondisi global. Sementara itu, penopang utama pertumbuhan ekonomi akan tertuju pada permintaan domestik, yang dipacu oleh kebijakan moneter yang longgar dan berbagai kebijakan Pemerintah yang mendukung daya beli masyarakat serta berbagai stimulus fiskal yang akan menggerakkan berbagai sektor penting dalam perekonomian.
Sejalan dengan melemahnya perekonomian global dan masih rendahnya harga-harga komoditas di pasar internasional, tekanan inflasi Indonesia ke depan cenderung menurun. Dari sisi domestik rendahnya tekanan inflasi didukung oleh kecukupan pasokan barang kebutuhan pokok dan minimnya tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur Pemerintah (administered price). Inflasi pada bulan Februari 2009 tercatat cukup rendah, yaitu sebesar 0,21% (mtm), jauh di bawah rata-rata historisnya. Dengan perkembangan tersebut, prakiraan inflasi tahun 2009 akan mendekati batas bawah kisaran proyeksi 5%-7%.
Di sisi lain, perkembangan nilai tukar rupiah selama Februari 2009 secara rata-rata tertekan terhadap dolar Amerika. Hal tersebut terutama
disebabkan oleh sentimen negatif akibat perkembangan faktor eksternal yang kurang kondusif, seperti pertumbuhan ekonomi global yang turun tajam, serta pengumuman kerugian yang meningkat yang dialami lembaga keuangan internasional. Sementara dari sisi domestik, perkembangan ekonomi relatif masih stabil dan kondisi fundamental masih mendukung. Menyikapi perkembangan tersebut, Bank Indonesia akan tetap melakukan berbagai upaya stabilisasi untuk menjaga agar gejolak nilai tukar tidak berlebihan.
Di tengah kondisi perekonomian global yang kian memburuk, serta seiring dengan melemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian pada upaya menjaga pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan moneter Bank Indonesia ditempuh dalam rangka mendukung bangkitnya sektor riil guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebijakan tersebut dilakukan dengan tetap menjaga kestabilan harga dan kestabilan makroekonomi serta sistem keuangan dalam jangka menengah.
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Maret 2009 memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 basis poin dari 8,25% menjadi 7,75%. Penurunan tersebut merupakan penurunan ke empat sejak Desember 2008. Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan penggunaan seluruh instrumen kebijakan moneter yang ada untuk menjaga kestabilan harga dan nilai tukar yang akan mendukung perkembangan ekonomi. Pelonggaran kebijakan moneter telah direspons positif oleh perkembangan di pasar uang antar bank yang secara rata-rata bergerak di sekitar BI Rate. Penurunan BI Rate juga mulai diikuti oleh penurunan suku bunga deposito pada Januari 2009 sejalan dengan membaiknya persepsi risiko. Kebijakan moneter tersebut diharapkan dapat mendorong perbankan menyalurkan kredit ke sektor-sektor yang produktif, dengan tetap mengedepankan kehati-hatian (prudent). Dengan demikian perekonomian Indonesia akan mampu bertahan di tengah gelombang krisis global.
Kondisi perbankan nasional sampai saat ini cukup stabil, seperti tercermin dari perkembangan berbagai indikator keuangan dan kesehatan bank. Kondisi likuiditas perbankan, termasuk aliran likuiditas dalam pasar uang antarbank, mulai mengalami perbaikan dibandingkan dengan beberapa bulan yang lalu. Namun demikian, Bank Indonesia tetap mencermati kecenderungan meningkatnya risiko kredit yang berpotensi meningkatkan NPL dalam industri perbankan.
Ke depan, Bank Indonesia akan melanjutkan kebijakan yang mendukung perkembangan ekonomi dengan tetap mengedepankan stabilitas makroekonomi serta sistem keuangan. Apabila tekanan inflasi terus cenderung menurun, ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter masih terbuka. Upaya pelonggaran moneter akan didukung oleh langkah-langkah lain berupa penguatan sektor keuangan, termasuk peningkatan sistem pengawasan perbankan dan efektivitas serta efisiensi sistem pembayaran. Dengan berbagai upaya tersebut diharapkan tercipta optimisme kegiatan dunia usaha yang selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia saat ini terpaksa menerapkan kebijakan moneter yang ketat berkaitan dengan trend peningkatan laju inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga minyak dunia, harga komoditas, dan kenaikan harga makanan. Kenaikan laju inflasi merupakan fenomena global sehingga ada atau tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak di dalam negeri, laju inflasi akan naik terus. Hal itu dikatakan Deputi Gubernur BI Budi Mulya, kepada wartawan di Gedung BI Jakarta, Senin (19/5).
Pada kesempatan itu BI juga mengumumkan laporan keuangan per 31 Desember 2007 dan 2006 yang telah diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pendapat BPK atas laporan keuangan BI itu adalah wajar tanpa pengecualian. Pengetatan moneter artinya BI menyerap dana yang beredar di masyarakat. Instrumennya antara lain dengan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate, dimana pada awal Mei lalu telah dinaikkan dari 8 persen menjadi 8,25 persen. Langkah ini diapresiasi pelaku pasar sehingga bisa meningkatkan kepercayaan mereka pada kebijakan moneter bank sentral.
Menurut Budi Mulya, sasaran inflasi tahun ini dan dua tahun ke depan akan diperbarui lagi oleh BI bersama pemerintah. Dalam kesepakatan sebelumnya, sasaran inflasi tahu 2008 ditetapkan pada kisaran 5 plus minus satu persen. Namun, laju inflasi nampaknya akan terus naik seiring dengan kenaika harga minyak dunia.
Tugas utama BI, jelas Budi, adalah mengendalikan laju inflasi dan menjaga kestabilan kurs mata uang rupiah. Hal itu merupakan pelaksanaan dari akuntabilitas BI sebagaimana diatur dalam Undang-undang No 3 Tahun 2004 tentang BI. Budi Mulya menjelaskan, untukmemberikan kepercayaan pada para pelaku pasar dan investor, BI akan melakukan stabilisasi rupiah secara terukur dan efektif. Oleh karena itu dalam laporan keuangan BI yang terakhir, sebagian besar anggaran (80 persen) lebih banyak digunakan untuk biaya pengendalian moneter.
Jumlah penerimaan BI dalam laporan keuangan tahun 2007 sebesar Rp 29,03 triliun atau turun dibandingkan tahun 2006 yang sebesar Rp 31,03 triliun. Dari jumlah penerimaan yang diperoleh BI tahun lalu itu, sebesar Rp 25,03 triliun digunakan untuk biaya pengendalian moneter. Sedangkan sisanya dipakai untuk ongkos penyelenggaraan sistem pembayaran, pengaturan dan pengawasan perbankan dan biaya umum dan lainnya.